PERPINDAHAN
KALOR
A. PENGERTIAN KALOR
Kalor adalah
salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari satu benda ke benda lainnya
karena adanya perbedaan suhu. Ketika dua benda yang memiliki perbedaan suhu
bertemu maka kalor akan mengalir (berpindah) dari benda yang bersuhu tinggi ke
benda yang bersuhu rendah. Contohnya ketika kita mencampurkan air dingin dengan
air panas, maka kita akan mendapatkan air hangat. Banyak yang tidak tahu
perbedaan antara suhu dan kalor, Suhu adalah nilai yang terukur pada
termometer, sedangkan kalor adalah energi yang mengalir dari satu benda ke
benda lainnya. Adapula ilmuan dari Amerika bernama Benjamin Thompson mengatakan
bahwa kalor bukanlah zat alir, melainkan energi yang terjadi karena adanya proses
mekanik, seperti gesekan.
B. RUMUS DANSATUAN KALOR
Satuan
kalor adalah Kalori (Kal) atau Joule (J). Kalori adalah banyaknya kalor yang
dibutuhkan untuk memanaskan 1 gram air agar suhunya menjadi 1 derajat Celcius.
1 Kalori = 4,2 Joule
1 Joule = 0,24 Kalori
Rumus Kalor :
Keterangan :
Q = Kalor (J)
m : Massa Benda (kg)
c = Kalor Jenis (J
Kg oC)
ΔT = Perubahan Suhu (oC)
C. KALOR DAN PERUBAHAN
PADA BENDA
1. Kalor Dapat Mengubah
Suhu Zat
Pada
hakikatnya, setiap benda yang suhunya lebih dari nol mutlak, maka benda
tersebut memiliki Kalor. Kandungan kalor inilah yang akan menentukan berapa
suhu tersebut. Apabila benda ini dipanaskan maka benda tersebut menerima
tambahan kalor sehingga suhunya meningkat. Sedangkan apabila benda tersebut
didinginkan maka benda tersebut melepaskan kalor sehingga suhunya menurun.
2. Kalor Dapat Mengubah
Wujud Zat
Beberapa
benda jika diberikan kalor dalam satuan tertentu, benda tersebut akan mengalami
perubahan wujud. Contohnya adalah ketika es dipanaskan (diberi kalor) maka es
(wujud padat) tersebut akan menjadi air (Wujud Gas), dan apabila pemanasan
terus dilakukan maka air tadi juga akan menjadi Gas. Titik dimana suatu zat
akan berubah menjadi Zat Cair disebut Titik Cair atau Titik Lebur benda.
D. KALOR JENIS DAN
KAPASITAS KALOR
Berdasarkan penelitian
didapatkan bahwa jika kalor diberikan pada dua benda yang berbeda, maka akan
menghasilkan suhu yang berbeda pula, Contohnya ketika minya dan air dipanaskan
dengan suhu yang sama maka minyak akan memiliki perubahan suhu 2 kali lebih
besar dibandingkan air. Hal Ini disebabkan oleh perbedaan kalor jenis
yang dimiliki suatu benda. Kalor Jenis Benda adalah banyaknya kalor yang
diperlukan untuk menaikkan suhu dari 1 kg massa benda tersebut menjadi 1 derjat
celcius. Satuan dari Kalor Jenis adalah Kalori / GramoCelcius
atau dalam Sistem Internasional ditetapkan dengan Joule / KilogramoCelcius.
Kalor Jenis dapat dituliskan dalam persamaan berikut :
Keterangan :
Q = Kalor (J)
m : Massa Benda (kg)
c = Kalor Jenis (J
Kg oC)
ΔT = Perubahan Suhu (oC)
Sedangkan kapasitas kalor
adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu zat tersebut sebanyak
1 derajat Celcius. Jika kalor Q menghasilkan suhu sebesar t maka kapasitas
kalor dapat dirumuskan
E. PERPINDAHAN KALOR
Seperti
yang telah kami jelaskan di awal bahwa perpindahan kalor terjadi dari benda
bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Ada tiga jenis perpindahan kalor
yang dapat terjadi, yaitu :
1. Perpindahan Kalor
Secara Konduksi
Perpindahan
Kalor secara konduksi adalah perpindahan kalor melalui suatu zat perantara
(logam) tanpa disertai perpindahan partikel – partikel zat tersebut secara
permanen. Contohnya adalah ketika kita memanaskan salah satu ujung logam, maka
ujung logam lainnya akan ikut panas karena terjadi hantaran kalor dari suhu
tinggi ke suhu rendah. Ketika memanaskan salah satu ujung logam, maka partikel
yang terdapat pada ujung logam tersebut akan bergetar dan membuat getaran
terjadi pada partikel lain yang terhubung dengannya. Sehingga seluruh partikel
logam tersebut akan bergetar walaupun hanya satu ujung logam yang dipanaskan,
nah hal ini lah yang akan merangsang terjadinya perpindahan kalor.
2. Perpindahan Kalor
Secara konveksi
Perpindahan
kalor secara konveksi adalah perpindahan kalor melalui suatu zat yang disertai
dengan perpindahan bagian-bagian zat tersebut. Konveksi dapat terjadi pada zat
cair atau gas. Ada dua jenis perpindahan kalor secara konveksi, yaitu :
a. Konveksi Alamiah
Konveksi
alamiah adalah konveksi yang dipengaruhi gaya apung tanpa faktor luar, dan
disebabkan oleh karena adanya perbedaan massa jenis benda. Contohnya adalah
pada pemanasan air, massa jenis partikel air yang sudah panas akan naik menjauh
dari api dan digantikan dengan partikel air lain yang suhunya lebih rendah.
Proses ini membuat seluruh partikel zat cair tersebut akan panas sempurna.
b. Konveksi Paksa
Konveksi
paksa adalah konveksi yang terjadi karena adanya pengaruh faktor luar (contoh
tekanan), dan perpindahan kalor dilakukan dengan sengaja/dipaksakan. Artinya
aliran panas kalor dipaksa menuju ke tempat yang ingin dituju dengan bantuan
faktor luar seperti tekanan. Contohnya adalah pada kipas angin yang akan
membawa udara dingin ke tempat yang panas, dan radiator mobil yang memiliki
sistem pendingin mesin.
3. Perpindahan Kalor
Secara Radiasi
Perpindahan
kalor secara Radiasi adalah proses perpindahan kalor yang tidak menggunakan zat
perantara. Perpindahan kalor secara radiasi berbeda dengan konduksi dan
konveksi. Pada Radiasi, agar terjadinya perpindahan kalor, kedua benda tidak
harus bersentuhan karena kalor dapat berpindah tanpa zat perantara. Artinya
kalor tersebut akan di pancarkan ke segala arah oleh sumber panas, dan akan
mengalir ke segala arah. Contohnya adalah saat kita dekat dengan api unggun
dari sudut manapun, maka kita tetap akan merasakan kehangatan dari sumber api,
contoh lainnya adalah panas matahari yang sampai ke bumi dan planet – planet
lain.
4. Pencegahan perpindahan
kalor
Perpindahan
kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi dapat dicegah dengan mengisolasi
ruangan tersebut. Contoh sederhana penerapan cara ini adalah pada termos.
Termos digunakan untuk menjaga suhu air tetap panas dengan mencegah perpindahan
kalornya.
F. KALORIMETER
Kalorimeter ini terdiri atas dua buah bejana dari tembaga yang kalor jenisnya belum diketahui. Bejana tembaga kecil diletakkan dalam bejana lain yang lebih besar. Agar kedua bejana tidak bersentuhan, diantara kedua bejana tersebut diletakkan isolator sebagai bahan penyekat kalor, contohnya gabus. Bahan isolator ini berfungsi untuk menahan kalor yang ada di dalam kalorimeter agar tidak keluar serta tidak ada kalor yang masuk dari luar. Umumnya tutup yang digunakan terbuat dari bahan kayu yang juga dapat berfungsi sebagai isolator yang baik. Pada tutupnya terdapat dua buah lubang yang berguna untuk meletakkan termometer dan pengaduk. Pada waktu sampel logam dimasukkan ke dalam kalorimeter, air di dalamnya tidak perlu diaduk agar sistem dapat mencapai keseimbangan termal dengan segera. Batang pengaduk ini biasanya terbuat dari bahan yang sama dengan bejana kalorimeter.
Konstanta Matahari
Lapisan fotosfer memancarkan suatu spectrum radiasi yang terus menerus (continous), yang sekiranya cukup dapat
dikatakan sebagai sebuah radiator sempurna pada temperatur 5762° K. Skema letak
bumi terhadap matahari ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6 Bola matahari
Sumber : (Arismunandar, Wiranto., 1995)
Radiasi yang
dipancarkan oleh permukaan matahari ( ), adalah sama dengan hasil perkalian
konstanta Stefan Boltzmann (σ), pangkat empat temperatur absolut
( ), dan
luas . (Arismunandar. Wiranto., 1995):
= . . . ................................................................. (2.6)
Dimana:
= Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan
matahari (W)
= Temperatur permukaan matahari (K)
= diameter matahari (m)
Pada Gambar 2.6 dijelaskan radiasi
kesemua arah dimana energi yang diradiasikan mencapai luas permukaan bola
dengan matahari sebagai titik tengahnya. Jari-jari (R) adalah sama dengan jarak
antara matahari dan bumi. Luas permukaan bumi dapat dihitung dengan persamaan 4. . , dan fluks radiasi (G) ( / ). Pada satu satuan luas dari
permukaan bumi tersebut dinamakan iradiasi. Dari penjelasan tersebut diperoleh
persamaan (Arismunandar. Wiranto., 1995):
. .
=
........................................................................
(2.7)
.
Dengan garis tengah matahari ( ) 1,39
10 m, temperatur permukaan matahari ( ) 5762 K, dan jarak
rata-rata antara matahari dan bumi sebesar (R) 1,5 10 m, maka fluks radiasi persatuan
luas dalam arah yang tegak lurus pada radiasi tepat atmosfer bumi adalah
(Arismunandar. Wiranto., 1995):
, . ( ).
, . .
=
.(
, . )
= 1353 ⁄
Faktor konveksi
satuan untuk fluks radiasi yaitu 1,940
⁄ ; 429 ⁄( − ) ; 4,871 ⁄( . ).
2.3 Radiasi Matahari
Energi radiasi
yang menimpa permukaan suatu benda, maka sebagian energi radiasi tersebut akan
dipantulkan (reflection), sebagian
akan diserap (absorbtion), dan
sebagian lagi akan diteruskan (transmisition),
seperti tergambar pada Gambar 2.7
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar
2.7 Bagan pengaruh radiasi datang
|
|
Radiasi datang
|
|
Refleksivitas (ρ)
|
|
Absorbsivitas (α)
|
|
Transmisivitas (τ)
|
|
Sumber:
(Aditya Kresnawan, I Dewa Gede, 2013)
Bagian yang dipantulkan
(refleksivitas(ρ)), bagian yang diserap
(absorbsivitas(α)), dan
bagian yang diteruskan (transmisivitas(τ)). Pada
benda bening seperti kaca atau benda transparan lainnya (Holman J.P., 1985),
maka:
+ +
= 1...................................................................... (2.8)
Sedangkan untuk benda padat lainnya
yang tidak meneruskan radiasi thermal, nilai transmisivitas dianggap nol (Holman J.P., 1988), sehingga:
+ =
1..............................................................................
(2.9)
Ada dua fenomena yang dapat diamati
bila radiasi menimpa permukaan suatu benda. Jika sudut jatuh sama dengan sudut
refleksi, maka dikatakan refleksi tersebut spektakular (spectaculer). Jika
berkas jatuh radiasi tersebar merata ke segala arah sesudah refleksi, maka
dikatakan refleksi tersebut sebagai refleksi baur (difuse). Kedua jenis
refleksi tersebut tergambar seperti Gambar 2.8
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar
2.8 Fenomena refleksi spektakular (a) dan refleksi baur (b)
|
|
Sumber : (Holman J.P., 1985)
Intensitas radiasi matahari akan
berkurang penyerapan dan pemantulan yang dilakukan oleh atmosfer, sebelum
intensitas matahari mencapai permukaan bumi. Ozon pada lapisan atmosfer
menyerap radiasi dengan panjang gelombang pendek (ultraviolet). Sedangkan, karbon dioksida dan uap air menyerap
sebagian radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang (infrared). Selain pengurangan radiasi
bumi langsung (radiasi sorotan) oleh penyerapan tersebut, masih ada radiasi
yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas, debu, dan uap air di atmosfer. Dimana
radiasi yang dipancarkan tersebut mencapai bumi sebagai radiasi sebaran,
seperti
Gambar 2.9 Radiasi sorotan dan radiasi sebaran
yang ditunjukkan Gambar 2.9
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Radiasi sorotan
|
|
awan
|
|
Radiasi sebaran
|
|
Sumber:
(Aditya Kresnawan, I Dewa Gede, 2013)
Penjumlahan radiasi sorotan (beam) ( ), dan radiasi sebaran (difuse) ( ), merupakan radiasi total (I) pada permukaan horizontal per jam. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
= +
............................................................................
(2.10)
Nilai radiasi
total (I) dapat juga dihitung dengan
menggunakan bantuan alat solarymeter.
2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Radiasi Matahari di Bumi
Faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan radiasi matahari pada suatu permukaan di bumi antara
lain:
a.
Posisi matahari
b.
Lokasi dan kemiringan permukaan
c.
Waktu matahari
d.
Keadaan cuaca
a. Posisi Matahari
Sepanjang bumi mengelilingi matahari
pada suatu lintasan yang berbentuk elips, yang disebut sebagai bidang
ekliptika. Bidang ini membentuk sudut 23,5° terhadap bidang equator. Akibat
peredaran bumi mengelilingi matahari, menimbulkan dampak perubahan musim pada
permukaan bumi. Di Indonesia sendiri, ada dua musim, yaitu musim hujan dan
musim kemarau. Musim hujan terjadi pada saat posisi matahari berada paling jauh
diselatan bagi belahan bumi bagian utara (pada umumnya terjadi pada bulan
Desember). Sedangkan musim kemarau terjadi pada saat posisi matahari berada
pada titik paling utara bagian bumi (pada
umumnya terjadi pada bulan Juni).
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar.2.10
Posisi Peredaran Matahari
Sumber:
(elizarachma.blogspot.com)
Terdapat 4 kedudukan bumi pada orbitnya, yaitu sebagai
berikut.
a.
Tanggal 21 Maret Dilihat dari Bumi, Matahari
tepat berada pada garis khatulistiwa (0º). Karenanya, Matahari seolah-olah
terbit tepat di sebelah timur.
Demikian pula,
Matahari seolah-olah tenggelam tepat di sebelah barat.
b.
Tanggal 21 Juni, dilihat dari Bumi, Matahari
tampak berada pada 23½º lintang utara (LU). Karenanya, Matahari seolah-olah
terbit agak sedikit bergeser ke utara.
c.
Tanggal 23 September, diamati dari Bumi,
Matahari tampak kembali berada pada garis khatulistiwa. Akibatnya, Matahari
seolah-olah terbit tepat di sebelah timur.
d.
Tanggal 22 Desember, Matahari tampak berada pada
23½º lintang selatan (LS) jika dilihat dari Bumi. Hal ini menyebabkan Matahari
seolah-olah terbit agak sedikit bergeser ke selatan.
b. Lokasi dan kemiringan permukaan
Lokasi dan kemiringan permukaan
benda ditentukan oleh besarnya sudut datang radiasi pada permukaan benda
tersebut. Hubungan geometrik antara permukaan benda terhadap radiasi matahari
yang datang, dapat dinyatakan dalam beberapa sudut seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.11
Gambar 2.11 Sudut zenith, sudut kemiringan, sudut azimuth permukaan,
sudut azimuth
surya
Sumber:
(Duffie dan Beckman, 1980)
Dalam gambar 2.11 sudut zenith θz
diperlihatkan sebagai sudut antara sudut zenith z, atau garis lurus diatas
kepala, dan garis pandang ke matahari. Sudut azimuth θA, yaitu sudut
antara garis yang mengarah ke utara dan proyeksi garis pandang ke matahari pada
bidang horizontal, kea rah timur dianggap positif. Sudut zenith dapat ditenukn
dengan rumus sebagai berikut:
Cos θz = sin δ sin Ø +
cos δ cos Ø cos
………………… (2.11)
Deklinasi δ, yaiu sudut yang
dibentuk oleh matahari dengan bidang equator, ternyata berubah sebagai akibat
kemiringan bumi, + 23.45o musim panas (21 juni) ke – 23.45o musim
dingin (21 desember), yang dapat dilihat pada gambar. Harga deklinasi pada tiap
saat dapat diperkirakan dari persamaan berikut:
δ = 23,45 sin (360
) …………………………… (2.12
Dimana: n = hari dari tahun yang
bersangkutan
Sudut jam
, dri definisi diatas adalah sama dengan nol pada tengah hari
surya (solr noon), positif untuk pagi hari.
Sebagai pengganti sudut zenith θz
, kadang-kadang digunakan sudut ketinggian surya (solar altitude angle) h
= 90o - θz. sudut azimuth θA dapat diturunkan
dengn metode yang sama dan dinyatakan sebagai berikut:
……………………………… (2.13)
|
N
|
|
|
|
|
|
δ
|
|
|
S
|
|
Gambar 2.12 Deklinasi matahari,
posisi dalam panas
Beberapa
pengertian sudut-sudut dalam hubungannya dengan posisi bumimatahari:
Ø = Sudut lintang, sudut lokasi suatu
tempat di permukaan bumi terhadap equator,
dimana arah utara-selatan, -90 ≤ Ø ≤ 90, dengan utara positif.
θ = Sudut
datang berkas sinar (angel of incident),
sudut yang dibentuk antar radiasi langsung pada suatu permukaan dengan
garis normal permukaan tersebut.
=
Sudut zenith, sudut antara
radiasi langsung dari matahari dengan garis normal bidang horizontal. β = Sudut
kemiringan, sudut antara permukaan bidang yang dimaksud terhadap horizontal: 0° ≤ β ≤ 180° α = Sudut ketinggian matahari, sudut antara
radiasi langsung dari matahari dengan bidang horizontal.
ω
= Sudut jam (hour of angel),
sudut antara bidang yang dimaksud dengan horizontal,
berharga nol pada pukul 12.00 waktu surya. Setiap jam setara 15°, kearah pagi negatif, dan ke arah sore positif.
γ
= Sudut azimuth permukaan,
antara proyeksi permukaan pada bidang horizontal
dengan meridian, titik nol di selatan, negatif
timur, positif barat.
=
Sudut azimuth surya, adalah
pergeseran anguler proyeksi radiasi langsung pada bidang datar terhadap arah
selatan.
δ = Deklinasi,
posisi anguler matahari dibidang equator
pada saat jam 12.00 waktu matahari. Sudut deklinasi dapat juga ditentukan
dengan rumus: = 23,45 sin(360
), rumus tersebut menurut Cooper
(1969), dimana nilai n adalah
nomor urutan hari dalam satu tahun yang dimulai dari 1 januari.
Untuk sudut pada permukaan yang
dimiringkan ke selatan maupun utara, mempunyai hubungan anguler seperti
permukaan datar pada lintang (Ø – β). Untuk belahan bumi pada bagian utara,
hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.13
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar 2.13
Bagian bumi yang menunjukkan β, θ, Ø dan (Ø-β) untuk belahan utara
Sumber:
(Duffie dan Beckman, 2006)
c. Waktu matahari
Perhitungan intensitas matahari pada saat
tertentu umumnya didasarkan pada waktu matahari, yaitu waktu tertentu dalam hubungannya
dengan matahari yang didasarkan pada garis bujur lokasi tersebut. Waktu
matahari dihitung dengan persamaan berikut:
+ + 4 ( − )......................
(2.14)
Dimana:
E= 9,87
sin 2 − 7 cos − 1,5 sin
→ =
( )
= garis bujur waktu standar
= garis bujur lokasi
d. Keadaan cuaca
Faktor
transmisi kandungan atmosfer dapat mempengaruhi jumlah radiasi matahari
yang mencapai permukaan bumi. Di atmosfer, radiasi matahari diserap oleh
unsur-unsur ozon, uap air, dan karbon dioksida. Disamping diserap, radiasi
matahari juga dihamburkan oleh partikel-partikel seperti udara, uap air, dan
debu.
Pada dasarnya, radiasi matahari
sering dihalangi oleh bermacam-macam tipe awan. Jadi untuk meramalkan radiasi
matahari di bumi perlu diketahui tipe awan dan ketebalannya. Masing-masing tipe
awan memiliki koefisien transmisi sendiri-sendiri.
Kolektor Surya
Bagian-Bagian Kolektor Surya
Kolektor surya merupakan alat yang
berfungsi menyerap efek radiasi sinar matahari dan merubahnya menjadi energi
panas (kalor) yang berguna. Adapun bagian-bagian dari kolektor surya adalah:
a.
Penutup transparan (kaca bening)
Penutup transparan merupakan lapisan
teratas dari kolektor surya. Penutup transparan pada umumnya menggunakan kaca
bening sebagai bahannya. Pemilihan kaca bening sebagai penutup transparan pada
kolektor diharapkan memiliki sifat transmisivitas
yang tinggi, serta sifat absorbsivitas
dan refleksivitas serendah mungkin.
Refleksivitas (daya pantul suatu benda) tergantung pada indek bias dan sudut
datang yang dibentuk oleh sinar datang terhadap garis normal suatu permukaan.
Sedangkan transmisivitas suatu
permukaan dapat mempengaruhi intensitas energi matahari yang diserap oleh pelat
penyerap. Transmisivitas kaca akan
menurun bila sudut datangnya melebihi 45° terhadap vertical. Sedangkan absorbsivitas
akan bertambah sebanding dengan panjang lintasan pada penutup transparan,
sehingga bagian yang diteruskan menjadi berkurang.
b.
Pelat penyerap
Pelat penyerap yang ideal memiliki
permukaan dengan tingkat absorbsivitas
yang tinggi, guna menyerap radiasi matahari sebanyak mungkin dan memiliki
tingkat emisivitas serendah mungkin.
Disamping itu, pelat penyerap diharapkan memiliki nilai konduktivitas thermal yang tinggi. Pemilihan bahan dengan tingkat emisivitas serendah mungkin dimaksudkan
agar kerugian panas karena radiasi balik sekecil mungkin.
c.
Isolasi
Untuk menghindari terjadinya
kehilangan panas ke lingkungan, bagian luar suatu kolektor surya diberi isolasi
(perdam panas), yang dimana bahan yang digunakan sebagai isolator merupakan
bahan dengan sifat konduktivitas thermal
yang rendah.
Radiasi yang Diserap Kolektor Surya
Pada kolektor surya yang digunakan
sebagai pemanas udara, radiasi matahari tidak akan sepenuhnya diserap oleh
pelat penyerap. Sebagian radiasi akan dipantulkan (direfleksikan) menuju bagian
dalam penutup transparan. Pantulan sinar yang menuju penutup transparan akan
dipantulkan kembali dan sebagian lainnya terbuang ke lingkungan. Proses
penyerapan radiasi ini diperlihatkan pada Gambar
Sumber:
(Aditya Kresnawan, I Dewa Gede, 2013)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar
2.14
|
|
Penyerapan
|
|
radiasi
matahari oleh kolektor
|
|
Gambar 2.14 menjelaskan proses
pemantulan berulang, dimana berkas radiasi yang menimpa kolektor, pertama akan
menembus penutup transparan yang kemudian menimpa pelat penyerap. Sebagian
radiasi akan dipantulkan kembali ke penutup transparan, dan sebagian lagi akan
diserap pelat penyerap. Hasil pantulan radiasi dari pelat penyerap yang menuju
katup transparan akan dipantulkan kembali ke pelat penyerap, sehingga terjadi
proses pemantulan berulang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.14. simbol τ
menyatakan nilai transmisivitas
penutup transparan. Simbol α menyatakan nilai absorbsivitas anguler pelat penyerap, dan menyatakan nilai refleksivitas radiasi hambur dari penutup transparan.
Dari energi
masuk yang menimpa kolektor, maka (τ α) adalah energi yang diserap oleh pelat
penyerap, dan energi sebesar (1-α) adalah jumlah energi yang dipantulkan menuju
penutup. Pantulan yang mengenai penutup tersebut merupakan radiasi hambur.
Sehingga energi sebesar (1
− ) kemudian dipantulkan kembali
oleh penutup menuju pelat penyerap, dan terjadi proses pemantulan berulang.
Besarnya energi maksimum yang diperoleh kolektor adalah:
( )
= ∑ [(1 − ) ] =
..................... (2.15) ( ).
Untuk mendekatkan perhitungan
kolektor dapat digunakan persamaan:
( ) ≈ 1,01 ............................................................... (2.16)
Perkalian antara
transmittance-absorbtance product rata-rata atau ( )
adalah, perbandingan antara radiasi matahari yang diserap (S) terhadap radiasi
matahri yang menimpa kolektor ( ). Sehingga radiasi matahari yang diserap oleh
permukaan pelat penyerap adalah:
= ( ) .................................................................... (2.17)
Kolektor Surya Pelat Bergelombang Sebagai Pelat Penyerap dan Pembuat Arah Alur Aliran Fluida
Rancangan kolektor surya pada
penelitian ini akan menggunakan pelat seng sebagai pelat penyerap dan pembuat
arah alur aliran fluida (udara) yang disusun pararel sehingga menciptakan
beberapa saluran fluida kerja guna mengetahui performansi dari variasi jumlah
saluran fluida kerja.
Penggunaan Pelat Bergelombang
(Hollands, 1965) melakukan penelitian
dengan menggunakan pelat bergelombang sebagai pelat penyerap pada kolektor
surya. Yang arah fluida kerjanya menyeberangi pelat bergelombang (arah
alirannya tidak mengikuti kontur pelat). Dimana pada penelitiannya, diperoleh
kesimpulan bahwa dengan menggunakan pelat bergelombang sebagai absorber, dapat
meningkatkan tingkat absorbsivitas pelat penyerap terhadap radiasi sinar
matahari. Hollands juga mendapatkan hasil penelitian hubungan antara sudut
timpa dengan refleksivitas yang dibuat dalam bentuk grafik seperti yang
ditunjukkan Gambar 2.15.
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar
2.15
|
|
Grafik
hubungan antara sudut timpa dengan refleksivitas
|
|
Sumber:
(Hollands, 1965)
Dengan adanya bentuk gelombang,
radiasi yang mengenai pelat penyerap, dimana sebagian akan dipantulkan ke
penutup transparant, dan sebagian akan dipantulkan ke bagian gelombang
disebelahnya seperti pada Gambar 2.16. Dimana pemantulan berulang akan lebih banyak
terjadi daripada jika hanya menggunakan pelat datar sebagai pelat penyerap,
yang hanya mengandalkan pemantulan berulang
yang te
|
rjadi antara penutup transparan
|
|
dan pelat penyerap.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar
2.16
|
|
Proses
pemantulan berulang pada pelat bergelombang
|
|
Sumber:
(Hollands, 1965)
Pelat bergelombang yang memiliki
beda ketinggian atara gelombangnya juga berfungsi memantulkan panas ke sisi
gelombang yang lainnya, yang diharapkan meningkatkan penyerapan panas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar